INDOSIAR

Kunjungan media massa elektronik dengan mengunjungi gedung indosiar dan mengunjungi beberapa acara seperti Histeria, Kiss, Kultum, Buaya Show dan liga Serie A juga diajarkan menjadi seorang Jurnalist yang handal

METRO TV

kunjungan media ke gedung METRO TV dan diajarkan menjadi JURNALIST yang profesional

BERFOTO DENGAN UYA KUYA

Disaat sedang berkunjung ke acara Buaya Show kita sempatkan untuk berfoto dengan artis ternama yaitu UYA KUYA

OLEH OLEH

Penyerahan hadiah oleh pihak INDOSIAR kepada ka Dian, selaku pembina PESAT JURNALISTIK

ACARA PEMBUKAAN

Saat menunggu dari pihak INDOSIAR kita sempatkan untuk berfoto dan makan makan

BERTEMU ARTIS

Siapa sangka di sela sela kesibukan di gedung indosiar kita bertemu dengan artis The Changcuters

Sabtu, 28 September 2013

Impian Yang Dicita-Citakan

oleh: Kumala Purbasari

Menjadi seorang Dokter tidaklah mudah butuh perjuangan yang sangat keras seperti Kasmiah (34) yang akrab dipanggil Mia yang menjadi dokter di SMA Plus PGRI Cibinong (pesat)
Wanita kelahiran Losari-Cirebon ini memulai pekerjaannya menjadi Dokter di SMA Plus PGRI Cibinong dengan kesenangannya bertemu dengan banyak anak-anak disekolah semakin membuat wanita ini senang melewati hari-harinya. Suka duka pasti pernah dilalui olehnya kesenangan itu muncul ketika dapat membantu menyembuhkan siswa-siswi yang sedang sakit. Selama bekerja menjadi dokter di SMA Plus PGRI Cibinong Mia sering mengobati iswa-siswi yang terluka kecil dan yang sedang tidak enak badan. Terlebih jika “pasien yang saya obati sembuh, saya merasa senang karena dapat membantunya,itu menjadi kesenangan yang tidak Cuma-Cuma” ujarnya.
Tentu saja pekerjaan menjadi Dokter tidaklah mudah dan banyak orang yang mengimpi-impikan dirinya menjadi seorang dokter. “saya menjadi seorang dokter disekolah karena saya senang bertemu dengan anak-anak terlebih membantu disaat anak itu sudah kesakitan” ujar wanita manis berkerudung.“Untuk menjadi Dokter kita harus rajin, ulet, teliti” ujarnya. Karena pekerjaan menjadi seorang dokter sangatlah mulia dan tidak bisa sembarangan orang dapat menjadi dokter tanpa ketentuan tersebut. Bila ada anggapan masyarakat jenuh dengan berbagai peristiwa buruk, mungkin ada benarnya. Karena dalam berprofesi kita mebutuhkan hal yang baru. Awalnya ia menekuni hal ini dengan rasa senang sehingga ia menjalaninya dengan mudah tanpa ada yang menghalanginya.


Memulai Usaha Dari Hal Kecil


 Oleh : Maulidya Syafitri

Kehidupan seseorang yang sederhana dalam mencari sesuap nasi untuk keluarga Hadi(29) selalu berusaha menghidupkan keluarganya dengan melakukan segala hal yang halal.
     
Koran bukanlah hal yang asing didengar lagi bagi kita masyarakat yang sering membaca. melalui Koran kita bisa mendapatkan informasi yang sangatlah banyak walaupun jaman sekarang sudah banyak media informasi yang menyediakan Informasi yang sangatlah lengkap seperti media elektronik,radio bahkan sampai media online pula. Akan tetapi walaupun begitu Koran tetap pada peminatnya. “walaupun Koran sekarang jarang diminati tapi saya kagum maih banyak anak-anak remaja yang masih tetap membeli Koran disini padahal sekarang sudah banyak berkembang gadget yang baru sebagai informasi juga tapi saya bangga sama anak yang masih mau membaca Koran.” Singgung pria kelahiran jawa timur ini.
            Pria kelahiran jawa timur ini ternyata sudah 2 tahun menekuni pekerjaan sebagai tukang Koran, Koran-koran yang ia jual tidak sepenuhnya untuk dia akan tetapi Koran-koran itu dibagi dua dengan temannya yang berjualan Koran keliling, sehingga uang yang ia peroleh setiap harinya dapat dikatakan kurang dari kata cukup.” Koran-koran ini juga sebernya saya bagi 2 dengan teman saya yang keliling sehingga seharinya kita berdua dapat mejual sampai 80 koran segitu pun hasilnya masih di bagi 2 pula dengan teman saya ini.”ungkap Hadi dengan bersemangat.

            Setiap pekerjaan pasti ada suka ataupun dukanya sama dengan hadi ia pun mengalami suka dan duka dalam pekerjaanya bukan hanya gajinnya yang kecil tapi juga pada cuaca yang kurang menentu, kalau cuaca sedang terang dan panas utunglah ia menjual korannya akan tetapi kalu cuaca sedang dalam keadaan mendung dan Hujan maka hadi harus sedikit rugi untuk korannya itu, tapi hadi tetap berusaha walaupun korannya itu tidak laku terjual pada musim hujan ia tetap harus pulang membawa uang untuk keluarganya maka dari itu kalau korannya tidak laku ia dapat menukar Koran-koran itu dengan Koran yang baru besok tapi sayangnya hanya Koran-koran tertentu yang dapat ditukarkan saja. Walaupun begitu setidaknya ia sudah berusaha untuk tetap membawa pulang uang untuk keluarganya. “terkadang yang membuat saya binggung itu pada musim penghujan sudah datang Koran-koran banyak yang tidak laku terjual sedangkan keluarga saya harus tetap makan setiap harinya. Maka dari itu saya berinisiatif untuk menukar korannya itu dengan Koran hari esok sehingga ia dapat menjual Koran hari esok untuk makan keluarganya”.



PENYIAR MENJADI IMPIAN


oleh: Jaka Indra B 
Penyiar Radio, profesi yang hanya di pandang mudah tetapi sulit dilaksanakan oleh sebagian orang. Namun tidak banyak orang mengira bahwa menjadi seorang penyiar Radio adalah pekerjaan yang mulia. Itulah profesi yang sampai saat ini masih dijalani Nurulia Falah atau yang dikenal dengan “tante Monita Abdul”. Ibu dari satu orang anak ini sudah 2 tahun menjadi Guru Broadcast di SMA PLUS PGRI Cibinong.

Tanpa disangka-sangka Wanita kelahiran Bogor, 26 Desember 1987 ini mengambil perguruan tinggi dalam jurusan Jurnalistik.
Semua pekerjaan pasti ada hambatannya, hal itu juga sering dialami Tante Monita. Menjalani profesi sebagai Penyiar Radio dan Guru Broadcast tidak membuat tante Monita terbebas dari berbagai hambatan dan masalah. Terkadang ada beberapa siswa yang susah diatur untuk memperhatikan apa yang telah disampaikan oleh tante Monita. Padahal itu semua adalah untuk kenyamanan bersama. Dengan senyum khasnya,  Tante Monita terus bersabar menghadapi segala hambatan yang ia yakini sebagai ujian dalam pekerjaan yang sedang dijalaninya itu.

Untuk Menutupi Kebosanan pada saat materi Broadcast tante Monita pun membuat Kuis untuk para siswa-siswi. Tante Monita mempunyai harapan untuk pendidikan dan generasi muda di Indonesia : “sebelum lulus SMA, siswa maupun siswi harus sudah siap untuk masa depan. Harus memiliki sesuatu yang lebih atau multitalenta yang dimilikinya. Dan jangan jadi orang yang tong kosong nyaring bunyinya". Ujar tante Monita saat ditemui beberapa waktu lalu. 

  

Lika Liku Seorang Pelukis





Endro Nur Hadi (62) pria kelahiran Magelang yang telah mempunyai 4 orang cucu ini adalah seorang guru studentday seni lukis di SMA PLUS PGRI CIBINONG. Ia tak hanya mengajar di pesat saja, tetapi ia juga mengajar di 5 sekolah tertentu yang sederajat dengan pesat.


Awalnya kegiatan melukis hanyalah hobbynya saja, bahkan kedua orangtuanya pun tidak mengizinkan Endro untuk mengikuti hobbynya itu. Tetapi ia mempunyai pendirian yang kuat, ia bisa membuktikan kepada orangtuanya bahwa suatu saat nanti ia akan sukses akibat hobbynya itu.
Suatu ketika Endro merantau ke bogor dan mengikuti ajang perlombaan melukis di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), alhasil kejuaraan pun ia dapatkan. Segeralah ia menunjukan kepada kedua orangtuanya bahwa ia berhasil, mereka merasa bangga akhirnya pun mereka merestui hobby anaknya itu.
Berbagai macam perlombaan lukis telah Endro ikuti, dan suatu ketika ia berkesempatan melukis bersama pelukis terkenal di indonesia. Endro juga telah berkeliling provinsi untuk menunjukan bakatnya itu. “iya saya juga sering berkeliling provinsi di indonesia untuk menunjukan bakat saya dan mengajarkan kepada khalayak umum apa artinya itu seni” ujar pria separuh baya yang tampilannya masih trendy ini.
Sudah banyak sekali suka dan duka selama ia menggeluti profesi sebagai seniman. Dari mulai senang, susah. Ia pun berpesan “hidup itu akan terasa indah apabila kita menjadi diri kita sendiri tanpa terpengaruh oleh orang lain”.

posted by: Nanda Putrialisya XI IPS 1

Jarak tak jadi masalah



Muhammad Ikhsan Nurhadiansyah atau sering dipanggil Ikhsan telah menjadi guru computer sekaligus Pembina Kopasus IT selama 2 tahun di SMA Plus PGRI Cibinong. Bapak berkacamata yang lahir di Aceh, Langsa 08 Juli 1989 telah mengajar selama 2 tahun.  “ Kalau suka sih bias bertemu anak-anak” cetusnya. Selain suka, duka juga menyelimuti nya seperti suka kehujanan karena jarak rumah yang jauh.
Ia merasa senang bias mengajar disini karena selain mengajar, ia juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu menerima konsultasi. Ia juga memilih menjadi guru dibanding profesi  karena dengan menjadi guru bias mengabdi kepada Negara. Menurut dia, pendapat tentang sekolah ini sudah bagus dan terus selalu eksis. Beliau juga belum menikah dan dia mahir sekali dalam bidang selain bidang study yang diajarkannya yaitu manajemen.
Keluarga beliau sangat mendukung semua ini, alasan dia bias ringankan beban keluarga. Beliau juga hobby dalam makan dan jalan-jalan.
Selain itu, dia juga mempunyai kendala selama mengajar yaitu paling susah mengajar murid-murid yang susah diatur dan dia sangat stress saat murid-muridnya rebut di kelas. Tapi dibalik itu semua dia sangat baik dan ramah.
Selama mengajar, ia juga mempunyai pengalaman yang enak seperti bias berkumpul dengan siswa siswi yang dia cintai dan pengalaman tidak menyenangkan seperti banyak murid yang tidak mengerjakan tugas. Dulu ia mempunyai cita-cita sebagai guru computer dan sekarang dia sudah menjadi apa yang dia inginkan.

Rita Tri Wulandari
Studentday Jurnalistik
SMA PLUS PGRI Cibinong

Pintar di Non Akademik juga Bisa


           Pintar di Non Akademik juga Bisa

           Nada Rizka Octaviani (15) yang  biasa dipanggil Ika ini, salah satu murid dari SMA Plus PGRI Cibinong  merupakan satu dari sekian murid yang  berprestasi dibidang ekstrakulikuler yaitu Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) di sekolah asal SMP (Sekolah Menengah Pertama)-nya.  Ika yang merupakan anggota dari Paskibra Satya Lencana Muda ini bertugas sebagai Penjuru Pasukan.
            Saat pendaftaran sebagai calon anggota Paskibra, Ia sudah memantapkan dirinya untuk mengikuti dan berpartisipasi didalam Organisasi ekstrakulikuller Paskibra. “Saya mengikuti Paskibra tulus dari keinginan sendiri, bukan dari paksaan orang tua atau ajakan dari teman-teman, karena menurut Saya Paskibra itu melatih kedisplinan.” Ucap wanita berkerudung ini.

Profil Anak Pemulung Berpestasi Di Dunia


Alur hidup Mertayani bisa dikatakan hampir mirip Anne Frank. Sama-sama hidup dalam tekanan, tapi penuh harapan dan cita-cita. Dan, ternyata Mertayani pun mengagumi Anne Frank setelah membaca bukunya yang sesungguhnya sebuah diary.
Ada kemiripan hidup antara Mertayani dan Anne Frank. Sama-sama ditekan dalam sebuah kondisi yang begitu menyulitkan. Bedanya, Anne yang keturunan Yahudi besar di bawah tekanan tentara Nazi pada masa itu, sementara Mertayani besar di bawah tekanan ekonomi.
Kondisi ekonomi yang sangat sulit memaksa Mertayani harus dewasa di usianya yang masih 14 tahun. Sehari-harinya, Mertayani membantu ibunya berjualan asongan di pinggir pantai selain menjalani tugas belajar sebagai siswi di SMPN 2 Abang. Kadangkala, dia ikut mencari barang rongsokan di tepi pantai.
Mertayani merupakan putri sulung almarhum I Nengah Sangkrib dan Ni Nengah Sirem. Sejak ayahnya meninggal, Mertayani tinggal bersama ibunya Ni Nengah Sirem dan adiknya Ni Made Jati. Sejak itu pula, tiga wanita ini berjuang untuk melanjutkan hidupnya dari hari ke hari dengan berjualan atau mencari barang rongsokan.
Mertayani sendiri mengaku kagum dengan sosok Anne Frank. Sosok belia ini penuh dengan harapan dan cita-cita meski kenyataannya hidup dibawah tekanan. “Saya mulai mengaguminya (Anne Frank,Red) sejak membaca buku-bukunya,” kata Mertayani.
Pernah sekali waktu, saat dirinya mencari rongsokan, Sirem dikerjai. Ceritanya, saat itu dirinya sedang sibuk mencari barang rongsokan di tepi pantai. Kemudian, ada seseorang mengatakan bahwa ada tempat yang banyak terdapat barang rongsokannya. Mendengar itu, Sirem langsung bergegas ke tempat tersebut. Tak dinyana, sesampainya di sana bukannya barang rongsokan yang ditemuinya, melainkan bangkai anjing. “Saya cuma bisa bersabar saja,” kata Sirem saat mendampingi Mertayani.
Dengan prestasi yang diperoleh Mertayani, Sirem kini tambah semangat. Apa yang dia yakini dan lakukan selama ini ternyata tidak sia-sia. Dia pun berharap, anaknya itu bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya.
Dengan langkah malu-malu, Ni Wayan Merta-yani, 14 tahun, menemui sejumlah wartawan di Radio Netherlands Training Centre di Hilversum, Belanda, Kamis pekan lalu. Dia hanya mengenakan jumper- jaket tipis bertutup kepala-berwarna abu-abu, kaus oblong, dan sepatu kets. Matanya langsung berbinar melihat para kuli tinta menyingkirkan udara dan angin dingin yang berembus kencang menggigit kulit. Maklum, Wayan amat terobsesi menjadi wartawati.
Buku The Diary of Anne Frank, tentang Annelies Marie FVank alias Anne Frank, menginspirasinya untuk rae-matri cita-cita terse-but Dolly Amarhosoija, tuns asal Belanda. adalah orang yang memperkenalkan gadis asal Ban-iar Biasiantang, Desa Purwakerti. Kecamatan Abang. Karangasem, itu dengan sosok Anne yang menjadi korban Holocaust di Amsterdam, Belanda.
Tak cuma buku, Wayan juga meminjam kamera foto milik Dolly. Dia membuat 15 foto dengan kamera itu. Jepretan terakhirnya adalah sebuah potret pohon ubi karet denganda -han tanpa daun yang tumbuh di depan rumahnya. Seekor ayam bertengger di salah satu dahan, serta handuk berwarna merah jambu dan baju keseharian yang dijemur di bawahnya.
Tak dinyana, foto sederhana itu memikat 12 fotografer kelas dunia dari World Press Photo yang menjadi juri lomba foto internasional 2009, yang digelar Yayasan Anne Frank di Belanda. Tema lomba yang yang diikuti 200 peserta itu adalah “Apa Harapan Ter-besarmu?” Wayan menjelaskan, ayam itu simbolisasi diri dan kehidupannya. “Ayam itu kalau panas kepanasan, hujan kehu-janan. Sama seperti saya,” ujarnya.
Sulung dari dua bersaudara ini memang berasal dari keluarga miskin. Ibunya, I Nengah Kirem, 52 tahun, sudah bertahun menderita ginjal dan ha-rus bekerja serabutan. Ayah Wayan telah meninggal. Mereka tinggal di gubuk berdinding bilik bambu dengan satu kamar tidur.
Untuk menopang kehidupan, tiap sore hingga gelap menyergap, pelajar kelas HI SMP Negeri 2 Abang, Karangasem, itu berjualan kue jajanan di Pantai Kadang. Jika dagangannya laku, dia bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 50 ribu. Tapi lebih sering dia rugi karena banyak yang tidak bayar. “Atau kalau tak habis saya makan sendiri, jadi ya rugi,” ujar Wayan tersipu. (Nur Fitriyana)

SOSOK



Feature
SOSOK

Sri Hayati, wanita kelahiran 48 tahun yang lalu ini adalah anak pertama dari Bapak Keman dan Ibu Nurmah. Ia lahir pada tanggal 16 Oktober 1965, di sebuah kota yang berada di Pulau Sumatera. Kota tersebut bernama Pekanbaru. Ia memiliki 4 saudara kandung, yang terdiri dari 1 perempuan dan 3 laki-laki. Semasa ia masih di dalam kandungan, orang tuanya sudah sayang kepada dia. Lalu, ia pun lahir. Dan ia pun terdaftar sebagai warga sah kota pekanbaru. Seiring dengan berjalannya waktu, ia pun bertumbuh menjadi anak yang baik dan patuh terhadap ke dua orang tuanya. 

Pertama kali ia merasakan bangku sekolah saat umur 7 tahun, pendidikan pertama ia adalah Sekolah Dasar (SD). Ia sekolah di SD Negeri 1 Pekanbaru. Di masa Sekolah Dasar, ia menghabiskan waktu 6 tahun untuk belajar. Setelah masa pembelajaran di SD selesai, ia melanjutkan  pendidikan ke tahap diatas SD, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia bersekolah di SMP Negeri 6 Pekanbaru. Ia menghabiskan waktu selama 3 tahun untuk mendapatkan pelajaran di SMP itu. Lalu, ia pun melanjutkan pendidikannya lagi ke tahap diatas SMP, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat duduk di bangku SMA, ia tidak lama, hanya sekitar 3 bulan. Ia tidak bisa menyelesaikan 3 tahun waktu belajar di SMA seperti  anak-anak lainnya.
Apa yang membuat perempuan itu tidak menyelesaikan masa SMA?

Jawabannya hanya satu, ia memilih untuk menikah dengan seorang laki-laki bernama Achmad Sahlan. Setelah menikah, suaminya mengajak dia merantau ke luar kota. Kota yang dituju mereka berdua adalah Kota Bogor. Di kota itu, mereka menjalani hidup sebagai pasangan pengantin baru, dan semenjak mereka menikah, mereka sudah tidak lagi hidup berkegantungan dengan orang tua.


Oleh : Tassa Annisa
Kelas : XI IPS 4
 

Faiqah Farzin Berbisnis Dengan Barang Bekas



       Wanita satu ini mempunyai hobby yaitu mengubah barang-barang yang sudah tidak terpakai menjadi barang yang layak di pakai kembali, atau yang sering disebut mendaur ulang (Recyle). Namun hobby nya itu kini di jadikan bisnis olehnya.

       Di dunia industry masa kini, banyak orang yang berlomba-lomba membuat produksinya berkualitas, agar banyak diminati oleh masyarakat luas. Dan di zaman modern pada saat ini pula sudah jarang ada orang yang “DARLING” atau Sadar Lingkungan. 

       Namun tidak dengan wanita cantik ini,  justru sampah ia jadikan sebagai sahabat nya. Karena tanpa sampah pula ia tidak dapat membuat kerajinan dengan cara daur ulang. “setiap hari saya kumpulkan sampah dari para tetangga, baik itu organic maupun non organic. Untuk saya olah sampah itu menjadi barang yang dapat dipakai kembali”. Curhatnya.

Menjadi Guru Itu Asyik

            Neng Santi Siti Nursyamsiah atau yang kerap dipanggil Miss Santi oleh murid-murid di SMA Plus PGRI Cibinong ini adalah salah satu dari guru bahasa Inggris di sekolah ini. Beliau sudah mengajar di sekolah ini kurang lebih 1 tahun.

Wali kelas XI IPS  5 ini juga mengatakan waktu  pertama mengajar disini senang karena sekolahnya bagus  tetapi, beliau sangat gugup karena sama sekali belum pernah mengajar.  Selain menjadi wali kelas, dia juga mengajar kelas XI IPA 2 sampai XI IPS 5.
           
Walaupun sudah 1 tahun mengajar  di sekolah ini, ternyata ia masih suka gugup  saat mengajar,  tetapi  beliau mempunyai kesan dan pesan yang banyak, mulai dari suka bercanda dengan murid-murid nya sehingga ia suka lupa dengan masalahnya dan banyak waktu luangnya dan ia juga berpesan agar anak-anak tetap taat pada peraturan dan menghormati guru-guru yang ada.


Desi Kusuma Thamrin
Student Day Jurnalistik

SMA Plus PGRI Cibinong

SOSOK SEORANG GURU ELEKTRO

ROHAJON

SOSOK SEORANG GURU ELEKTRO 

Pria berkaca mata, bertubuh lumayan tinggi, dan memiliki kulit agak sawo matang itulah Rohajon selaku guru yang mengajar bidang study elektro di SMA Plus PGRI Cibinong.


Oleh : Siti Zahara Nurul.A.M

LatarBelakangKehidupan
            Nama lengkap seorang guru elektro ini adalah Rohajon memang namanya yang sangat singkat.Sehari-hariiasering di panggil ayah olehanak-anakmuridnya. Ia Lahir di Riau pada tanggal 25 Januari 1967. Umur beliau sekarang adalah 45 tahun. Beliau di besarkan di Riau dan ia sangat cinta dengan daerah kelahirannya itu. Beliau adalah anak ke enam dari delapan bersaudara.
Kesukaann
Ia memiliki hobi yaitu musik. Beliausukadengansemuamusik.Lelakikelahiran Riau inimemilikimakanankesukaan, makanan favoritnya adalah ikan laut dan minuman kesukaanya adalah teh botol.
Kehidupan di masakecil
            Pada waktu kecil ia memiliki suka maupun duka. “ Orang tua saya sangat ketat sekali dengan peraturan itulah duka saya sedangkan sukanya saya senang bermain bola dengan teman saya di waktu kecil dan saya senang sekali berangkat les bersama teman saya” curhatnya pria berkaca mata itu.
Cita-cita
            Pada awalnya cita-citalelakiseparuhbaya ini bukanlah menjadi seorang guru melainkan menjadi teknisi elektro.Teknik elektronika adalahteknik yang berhubungandenganberbagai material dalamberbagaikonfigurasiataustruktur yang dapatmengaturaliranaruslistrik. Dalamteknikelektronikadikenaldandigunakanberbagaikomponen .  “Memang dulu saya tidak terpikir menjadi seorang guru dan itupun bukan cita-cita saya tetapi sebelum saya menjadi guru. saya pernah bekerja menjadi teknisi elektro di suatu perusahaan besar” ucapnya pria berkacamata ini
            Selama mengenyam pendidikan ia merasa sangat susah membagi waktu dan ia hanya memiliki sedikit waktu luang untuk bersanta-santai bersama keluarga. Beliau juga merasa susah untuk mencari buku referensi.
            Pada akhirnya yang menjadi motivasi pria ini menjadi guru adalah karena termotivasi ingin mendidik anak bangsa dan ingin menjadi seseorang yang berhasil. “Pada tahun 2005 saya  baru menjadi seorang guru dan bergabung di SMA Plus PGRI Cibinong ini” katanya pria berkulit sawo matang ini. Beliau sudah mengajar selama tujuh tahun di SMA Plus PGRI Cibinong.SMA Plus PGRI Cibinong, termasuksekolahswasta yang sudahbisadibilangsekolah yang mampumencangkupsaranaprasaranasertapengembanganwawasan IT. Dulu, mungkin orang memandangrendahsekolah PGRI.Namunpendapattersebutkandasseiringwaktudengandibuktikannyabahwasekolah-sekolah PGRI dapatberkembangcukupbaik.
            Menurut beliau kesan pertama menjadi seorang guru adalah grogi karena belum terbiasa mengajar di depan murid-murid yang banyak.
            Pendidikan yang sekarang di jalani oleh beliau adalah D3 sedang melanjut ke S1. Beliau semenjak menjadi guru mendapat penghargaan dari sekolah yaitu di kuliahkan dari sekolahnya. Beliau merasa sangat senang sekali bisa mendapat penghargaan itu dan itu adalah penghargaan yang sangat berkesan sekali dalam hidupnya.
            Semenjak menjadi seorang guru beliau sangat suka mementingkan siswa didiknya, karena memang itu kewajiban seorang guru.
            Sebenarnya profesi rata-rata yang paling banyak di geluti di keluarga beliau adalah menjadi seorang pegawai swasta. Beliau sekarang memiliki empat anak. “Kebiasaan yang di lakukan oleh keluarga besar saya ketika sedang berkumpul adalah menanyakan karir, banyaknya anak, dan bagaimana cara mendidik setiap anak. Karena setiap orang memiliki perbedaan karakter untuk mendidik setiap anak” ujarnya bapak beranak empat ini.
            “Alasan saya memilih menjadi guru elektro adalah karena saya memiliki kemampuan di bidang itu jadinya saya memilih menjadi seorang guru elektro dan di bidang elektro itu sangat banyak sekali manfaatnya.” katanya pria berkaca mata itu.
            Beliau memiliki motto yaitu belajar dan teruslah belajar dan terus maju itu yang terbaik.