oleh : Wilantika Ferisca Claudia Ivana
Pepatah barat kaum
kapitalis menyebutkan “tidak ada sarapan pagi yang gratis”. Impian untuk
dapat mengenyam pendidikan di PTN favorit seakan dihadang ranjau yang
membahayakan masa depannya.
Pihak PTN berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Meski secara resmi pembukaan pasar bebas bidang pendidikan di Indonesia berlaku mulai tahun 2006 namun invasi pendidikan asing yang berimplikasi pada meningkatnya biaya pendidikan sudah lama terasa.
Pihak PTN berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Meski secara resmi pembukaan pasar bebas bidang pendidikan di Indonesia berlaku mulai tahun 2006 namun invasi pendidikan asing yang berimplikasi pada meningkatnya biaya pendidikan sudah lama terasa.
Memang sebuah angka
partisipasi pendidikan yang masih dibawah standar. Dan dengan berbekal ini,
pendidikan tinggi di Indonesia semakin mahal yang semakin menjauhkan masyarakat
menengah ke bawah dengan keinginan untuk menyekolahkan anaknya di perguruan
tinggi negeri favorit yang murah.
Pendidikan Indonesia selama ini terkesan tidak terfokus,
ganti menteri pendidikan maka ganti juga kurikulum dan sistem pendidikannya.
Pendidikan di Indonesia kurang membentuk kepribadian akademis (academic
personality) yang utuh. Kepribadian akademis sangat penting dimiliki oleh
pelaku pendidikan (anak didik dan pendidik) yang akan maupun yang sudah
menguasai ilmu pengetahuan. Kepribadian akademislah yang dapat membedakan
pelaku pendidikan dengan masyarakat umum lainnya. Diskusi yang bersifat dialog
jarang terjadi dalam proses pendidikan kita, bersuara kadangkala diartikan keributan
yang dikaitkan dengan tanda bahwa anak yang bersangkutan tidak disiplin atau
bahkan dianggap bodoh.
Wilantika Ferisca Claudia Ivana (XI U3)
0 komentar:
Posting Komentar