Sabtu, 13 Agustus 2011

Puasa itu Menyehatkan, Perspektif Medis

Tak hanya mendapat imbala pahala yang berlimpah, orang yang berpuasa –khususnya di bulan Ramadhan- juga akan mendapatkan manfaat sehat. Jika berpuasa dilakukan secara benar, berbagai jenis penyakit seperti stress, diabetes mellitus, darah tinggi, kolesterol, maag, hingga kegemukan dapat dikendalikan.

Mari perhatikan cara makan kita saat sedang tak berpuasa. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, berapa banyak kudapan yang masuk ke dalam saluran cerna kita? Saluran pencernaan bekerja tiada henti untuk mengolah makanan dan minuman yang kita konsumsi sepanjang hari. Hal itu berlangsung rutin setiap hari, apalagi bila puasa sunnah jarang kita kerjakan.
Dengan berpuasa, saluran pencernaan, khususnya usus beserta enzim dan hormon yang biasanya bekerja mencerna makanan terus menerus selama kurang lebih 18 jam dapat beristirahat selama kurang lebih 14 jam. Masa istirahat itu sangat penting bagi keberlangsungan organ vital tersebut.

Nilai Lebih Puasa

Yang pertama kali harus dilakukan sebelum berpuasa adalah meluruskan niat karena akan berdampak pada kesuksesan berpuasa. Orang yang memiliki pikiran negatif, secara psikologis akan berdampak negatif pula pada saat ia menjalani puasa; merasa lemas, pusing, tidak bertenaga, juga tidak bersemangat beraktivitas. Namun, bila ia memiliki pikiran positif, maka akan berpengaruh positif pula.

Berpuasa sering dikhawatirkan akan menyebabkan seseorang mengalami penurunan gula darah dan zat-zat penting lain yang akan mempengaruhi kesehatan. Hal ini dibantah oleh penelitian yang dilakukan Dr Soliman dari University Hospital, Jordan dan Dr F Azizi dari the University of Medical Science, Iran (Ummi; 2003). Kedua studi itu membuktikan bahwa puasa Ramadan tidak menyebabkan dampak yang membahayakan. Namun, justru memberikan dampak positif bagi berat badan dan metabolisme lemak.

Berpuasa juga berbeda dengan diet, meskipun keduanya sama-sama membuat seseorang tidak makan dan minum selama beberapa lama. Dalam al-janib al-thibby min al-shawm al-islami, Dr Shahid Athar menguraikan perbedaan tersebut. Pertama, berpuasa tidak akan menyebabkan malnutrisi atau kekurangan asupan kalori sepanjang tidak ada pemaksaan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi sejak sahur hingga waktu berbuka. Hal ini dibuktikan oleh MM Husaini pada tahun 1974, saat ia melakukan riset analisis diet pada mahasiswa muslim di universitas Dakota, State University, selama bulan Ramadan.

Kedua, puasa ramadan dilakukan dengan penuh kesadaran untuk beribadah, bukan paksaan dari dokter. Pada pusat kesadaran (hipotalamus) kita tedapat pusat yang berfungsi untuk mengatur masa tubuh di otak yang bernama lipostat. Lipostat tidak dapat menyadari apakah sesuatu itu normal atau tidak apabila terjadi perubahan badan secara drastic akibat diet ketat. Saat diet ketat sudah tidak dilakukan maka berat badan akan cepat kembali pada ukuran semula. Jadi, cara yang paling efektif untuk mendapatkan berat badan ideal adalah dengan kendali diri dan penurunan berat badan bertahap yang dapat dicapai dengan mengubah perilaku makan secara bertahap.

Ketiga, puasa tidak mengharuskan kita melakukan diet terhadap makanan tertentu saja seperti hanya buah, protein dan atau lainnya. Saat sahur ataupun berbuka kita boleh mengkonsumsi aneka jenis makanan, namun, dalam jumlah yang tidak berlebih-lebihan.

Keempat, salat tarawih yang dilakukan setelah makan malam dapat membantu proses metabolisme makanan. Jumlah kalori yang dibutuhkan untuk salat tarawih kira-kira 200 kalori. Jumlah pembakaran kalori ini akan berhubungan dengan penurunan berat badan.
Kelima, puasa ramadan merupakan latihan disiplin. Bagi mereka yang merokok, atau kopi mania, inilah saat yang baik untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan tersebut.

Mengatasi Penyakit

Puasa akan mengaktifkan sistem pengendalian kadar gula darah. Apabila kadar gula turun, maka cadangan gula dalam bentuk glikogen yang ada di hati mulai kita gunakan. Namun, bagi penderita penyakit hati yang berat seperti sirosis (pembengkakan) hati, dianjurkan untuk tidak berpuasa karena beiesiko terjadi penurunan gula darah (hipoglikemia). Hal itu terjadi akibat cadangan glikogen hati sangat berkurang.

Puasa juga merupakan kesempatan menurunkan berat badan bagi yang gemuk, dengan cara tidak makan berlebihan pada waktu buka, sehabis buka dan sewaktu sahur. Kadar lemak darah, kolesterol dan trigliserida bisa berkurang karena tingkat konsumsi makanan kudapan seperti gorengan dan makanan bersantan berkurang.

Bagi penderita darah tinggi (hipertensi), tekanan darah dapat turun jika selama berbuka hingga sahur tidak makan makanan yang asin-asin dan tidak lupa minum obat pada waktu sahur. Pada penderita penyakit gula (diabetes mellitus) khususnya yang berbadan gemuk, puasa dapat mengontrol gula darah. Namun, tidak semua penderita diabetes mellitus atau kencing manis aman untuk menjalankan puasa. Penderita diabetes aman untuk berpuasa bila kadar gulanya kurang dari 200 mg/dl.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penyakit jantung sejak tahun 2007 adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia dengan jumlah kematian lebih dari 220.000 (jiwa) setiap tahun. Jumlah kasusnya melampaui penyakit tuberkulosis yang jumlah kematiannya 127.000 jiwa. Angkanya makin bertambah tiap tahun akibat perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang suka tak sehat; mengudap makanan tinggi lemak, gemar merokok, menenggak alkohol berlebihan serta kurang beraktivitas fisik (olah raga). Provinsi Aceh menduduki urutan pertama penyakit jantung di Indonesia, yakni 12,6 persen. Sementara Lampung menempati urutan terakhir, yaitu 2.6 persen.

Terapi puasa untuk pengobatan stress telah diuji coba di klinik dekat Pymont, Jerman. Dokter ahli jiwa di rumah sakit tersebut, Dr. Otto Buchinger dan kawan-kawannya telah banyak menyembuhkan pasien dengan terapi puasa. Penyembuhan meliputi penyakit fisik dan kejiwaan, disebut juga psiko-fisio terapi. Setelah pasien dirawat secara medis sekitar 2-4 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata mereka lebih cepat sehat dan segar kembali baik fisik maupun mentalnya. Juga lebih bergairah hidup.

Sedangkan Dr Yuli Nekolar, dari Moscow Institute of Psychiatry melaporkan hasil risetnya bahwa upaya penyembuhan secara medis yang disertai dengan terapi puasa, hasilnya lebih baik dan cepat. Bebagai penyakit antara lain jantung, ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag, dan insomania, juga dapat disembuhkan dengan terapi puasa.

Hindari “Balas Dendam”

Banyak orang yang salah strategi pada saat berbuka puasa. Karena telah menahan diri selama beberapa jam, maka saat berbuka langsung “balas dendam” dengan makan dalam porsi banyak beraneka jenis makanan yang terhidang. Hal itu sangat tidak baik bagi kesehatan. Selain akan membuat saluran pencernaan kaget, biasanya tidak akan bersemangat menjalankan ibadah selanjutnya.

Sebaiknya, makanlah secara teratur untuk buka puasa dan sahur dengan menu seimbang. Maksudnya adalah makanan yang terdiri dari karbohidrat 50-60%, protein 10-20%, lemak 20-25%, cukup vitamin dan mineral dari sayur dan buah. Selain itu, cukup serat dari sayuran untuk memperlancar buang air besar. Cukup cairan dengan minum kurang lebih 7-8 gelas sehari terdiri dari 3 gelas waktu sahur dan 5 gelas dari berbuka sampai sebelum tidur.

Uraian di atas semakin meneguhkan kebenaran hadits Rasulullah 15 abad silam “shumu tashihhu (berpuasalah kalian niscaya akan sehat)”. Dari segi tata bahasa Arab, kata shumu merupakan kata perintah sekaligus syarat bagi tashihhu yang menjadi jawab al-syarthi. Artinya, jika mau sehat maka syaratna adalah berpuasa. al shihhatu tajun la yaraha illal mardha; kesehatan itu mahkota yang tidak dapat dilihat kecuali oleh yang sakit”, demikian salah satu mahfuzhat (kata-kata mutiara) Arab mengatakan. So, mau sehat? Puasa aja lagi…!

Ahmad Arif
Penulis adalah peminat kajian sosial keagamaan, berdomisili di Banda Aceh sejak hari ketiga pasca tsunami 2004

diposting oleh : Aulia Rahma IX IPS 4
sumber : okezone.com

0 komentar: