Jumat, 25 Februari 2011

Kisah Anak-Anak Muda yang Sukses Menyulap Sampah Jadi Uang

Bikin Kapal Perang Mini Terbuat dari Chip Komputer

Tidak banyak orang yang tahu jika bungkus rokok, tutup minuman ringan, botol plastik ataupun sampah elektronik ternyata masih bernilai ekonomis. Hal itu dibuktikan oleh komunitas Atap Alis, Mereka mampu menimbulkan decak kagum para pengunjung Green Festival 2009 lalu. Seperti apa?

YULISTYO PRATOMO

BENDA apapun selama masih memiliki fungsi tanpa disadari dapat menjadi barang yang bernilai jual. Hal itu sudah dibuktikan oleh salah satu komunitas yang dibentuk sejak tiga tahun lalu di salah satu rumah kawa-. san Ciracas, Jakarta Timur. Dengan anggotanya yang terbilang berisi anak-anak muda berkisar 20 hingga 30 tahun itu mampu membuat karyanya hanya dari sebuah sampah.

Tanpa disadari barang-barang berkas seperti kaleng, bungkus rokok atau sampah elektronik bisa dijadikan mainan. Meskipun nilai jualnya sampai saat ini tidak sebesar permainan yang dijual di beberapa mal besar. Akan

tetapi, hasil kreativitas kelompok ini mampu menarik perhatian para pengunjung yang kebetulan melihat langsung suasana Green Festival yang berakhir Minggu (6/12) lalu.

Bermula dari sebuah hobi untuk mengurai benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi dilakukan secara tidak sengaja. Berdasarkan pengakuan dari Rangga (27) seluruh kawan-kawannya tidak bisa tinggal diam ketika melihal begitu banyak sampah yang berserakan." Karena mereka nggak bisa diam, temyata kita bisa buat sesuatu yang nggak semua orang tertarik," katanya.

Melihat beberapa orang kawannya memiliki minat yang sama, salah seorang temannya memiliki ide untuk membangun sebuah komunitas. Semua anggotanya merupakan seniman dengan mengangkat sampah sebagai bahari baku utama pembuatan mainan yang dihasilkannya

itu. "Sampai akhirnya ada teman dari Tangerang bikin pameran kecil dan hasilnya cukup baik," tambahnya.

Melihat hasil kreativitas, mereka tidak kalah dengan barang-barang hobi lainnya yang bisa langsung dirangkul Seorang guru di salah satu sekolah di kawasan yang sama dengan kelompok ini tertarik untuk ikut serta di dalamnya. Sayang ketika ingin ditanyakan mengenai kontribusinya yang bersangkutan sedang tidak berada di tempat. "Anggota kita ada guru juga," sahut Ronicardo (22). anggota Atap Alis.

Awalnya, untuk membual mainan dari benda yang sudah dianggap sampah oleh sebagian orang itu bermula dari sebuah keisengan. Karena kelompok yang telah memiliki belasan

anggota itu secara tidak sengaja selalu terpikir ingin mengerjakan sesuatu. "Karena kita tahu sampah biasanya dibuang, padahal bisa menjadi karya," papar Roni -sapaan akrab Ronicardo.

Dirinya Mengaku tidak menemui banyak kesulitan untuk menemukan bahan baku yang diperlukan untuk membuat sebuah replika tank, kapal perang ataupun patung. Pasalnya, semuanya bisa ditemukan di beberapa tempat pembuangan bahkan mcmungutnya ketika melihat ada yang membuang di hadapannya. "Yang penting sampah kita kumpulin. lalu kita lem." paparnya kepada INDOPOS, belum lama ini.

Berbeda dengannya. Rangga mengaku justru memiliki kesulitan sendiri saat membangun sebuah benda. Pasalnya, karya yang akan diga-
rapnya itu tidak terkonsep sehingga membutuhkan bayangan ataupun pengamatan yang mendalam agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. "Permasalahannya adalah detailnya, seperti kapal perang harus kita tentukan posisinya," jelasnya.

Terlebih untuk membuat sebuah kreativitas tidak membutuhkan waktu yang sangat panjang. Cukup merangkainya satu per satu selama satu hingga dua jam langsung dapat dijadikan sebuah replika salah satu benda yang paling sering ditemui. "Tapi itu juga tergantung sama niat kita. Biasanya kalau sedang malas bisa berhari-hari nggak selesai," beber Roni ketika ditemui di Parkir Timur Gelora Bung Karno, Jakpus.

Meskipun usianya masih terbilang muda sejak

berdiri tahun 2006 lalu, akan tetapi semangat mereka untuk mengembangkannya telah melanglang buana. Berbagai kegiatan terutama yang bertema tentang lingkungan hidup sering diikutinya. Namun masih terdapat sebuah cita-cita yang ingi terealisasikan. "Kita ingin membual pertunjukkan grup teater dan musikalisasi puisi." ucap Rangga.

Tidak hanya itu. kegiatan dari komunitas ini ter-nyata juga ikui menyumbangkan sebagian besar ilmu yang diterimanya kepada anak-anak sekitar. Dengan membangun sebuah sanggar yang dibangun dekat salah satu rumah anggotanya disulap menjadi tempat mengajar. "Warga justru kasih tempat sebuah saung buat kita untuk ngajar anak-anak warga sekitar," tandasnya. ()


Winna W
XI IPA 5

0 komentar: