Jumat, 05 Februari 2010

Matahari pun tersenyum

Aku melangkah dengan perlahan menyusuri perjalanan menuju tempat tinggalku. Dengan perlahan kurasakan tetesan air keringat yang mulai mengalir deras, bermula dari ujung keningku yang kemudian bermuara di dahiku. Namun tiba-tiba terhenti langkahku yang tenang itu dan kedua bola mataku yang tiba-tiba tertuju kepada seorang lelaki tua dan tubuhnya yang bongkok itu.

jika kulihat dari tubuhnya yang bongkok itu, nampak jelas banyak beban hidup yang amat berat yang telah di jalaninya. tetapi apa yang sebenarnya membuat membuat ia berkerja keras di saat tubuh tua yang rentan itu tidak sanggup untuk tetap bertahan di kehidupan yang keras itu? pertanyaan itulah yang pasti ada pada benak setiap orang begitu melihat dirinya. mengisi sisa hidupnya dengan mengangon kambing milik orang lain, begitulah yang ia lakukan setiap harinya demi mendapat upah sebesar 20.000 rupiah.

memang dengan uang yang ia terima setiap harinya itu sudah lebih cukup untuk membiayai kehidupan ia dengan istrinya, istrinya yang sudah seusia dengannya tak pernah bermacam-macam meminta sesuatu kpadanya, karena ia sadar saat ini bukan lagi kebahagian dunialah yang akan di kejar dalam kehidupan dunia, tetapi kebahagiaan akhirat lah yang akan hendak mereka capai.

kerja keras itu tak lain dan tak bukan hanya untuk membiayai kehidupan Ratih, cucu semata wayangnya yang duduk di bangku 2 sd ini. cucu kesayangannya ini sudah 2 tahun di tinggal oleh ayah dan ibunya. ayahnya yang telah meninggalkan ibu ratih sejak ratih bayi kini kabarnya sudah menikah, sedangkan ibunya memilih merantau ke Lamongan untuk membiayai kehidupan ratih,namun hingga saat ini tak tau lagi bagaimana kabarnya,oleh sebab itu sehingga dengan berat hati ibunya menitipkan ratih kepada nenek dan kakeknya.

selau berdoa, bersyukur dan meluangkan waktu untuk bersimpuh kepada sang Maha Pengasih, walau debu membasuh wajahnya dengan kasar, hujan memandikannya dengan tak beradap, dan panas matahari yang membuat bekas noda hitam kelam di kulit keriputnya, tetapi dengan sabar ia tetap setia menjaga dan mengawasi ke 6 kambingnya.

berbekal sebotol air puhih 1,5 liter yang telah disiapkan istrinya, Sukiman yang biasa akrab di panggil mang eman, berangkat dari matahari terbit hingga tenggelam. sedangkan sang istri yang sibuk membersihkan kandang dan mencari rumput untuk pangan kambing di sekitar rumahnya pada setiap harinya, saling bahu-membahu menolong sang suami agar tak banyak beban yang di lakukannya,

kerja kerasnya ini, di lakukannya demi mencapai tujuannya selma ini"Ratih harus lebih sukses dari saya, bahkan dari ibunya", sungguh perjuangan dan cita-cita yang tulus dari seorang kakek tua yang rentan dan bongkok itu.di bawah teriknya matahari tak pernah terasa olehnya "belum seberapa dibandingkan dengan panasnya neraka", begitu tuturnya.nampaknya mataharipun tersenym melihat kegigihan dan perjuangan hidupnya.


apa yang kita pikirkan? betapa keamnya semua ini, masihkah kita dapat menyianyiakan kesempatan yang ada? semoga tulisan dan karnya nyata ini dapat membuat mata kita terbuka dan lebih bersyukur dengn kecukupan yang kita punya. amin
(fauziah x-10)

0 komentar: