Rabu, 03 Februari 2010

Menutup Jendela Dunia

Diam seribu kata dan bungkam seribu cara, seperti tak mau berinteraksi sedikitpun. Bagai bunga yang tak mau mekar. Itulah Resti teman sekelas saya yang hanya ingin hanya dialah tang tau siapa dirinya.
Awalnya tahun pertama kami bersekolah salah satu teman saya Dina berbisik ditelinga dan berkata “kenapa rasanya Resti tak pernah mau berbicara sedikitpun” ujarnya. Bulan-bulan pertama bersekolah Resti hanya duduk diam sambil membaca beberapa buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Kadang dikelas ia hanya sesekali tersenyum sambil dipaksakan.
Karna saya dan Resti selalu satu kelas, saya ingin sesekalim berbincang dengannya. Namun itu hal yang mustahil baginya. Hal yang ia kerjakan hanya membaca buku dan membaca buku. Dan pada saat perpisahan sekolah. Ia datang menghampiri dan berkata “pulang sekolah mampir dulu kerumah”. Sesampainya di rumahnya ia menjelaskan kenapa ia tak pernah mau berinteraksi dengan kami. “Yah saya takut kalian malu mempunyai teman seperti saya”katanya,
Alasan yang begitu sulit diterima oleh akal sehat siapapun namun saya harus menghargai apa yang telah ia pilih. Padahal seharusnya saya berharap untuh berkata terus terang lebih baik daripada menutupi diri. Sebagai seorang individu ia seharusnya dapat merasakan bagaimana berkumpul dengan yang namanya teman.

0 komentar: