Sabtu, 19 Maret 2011

Indonesia Percaya Jepang Akan Pulih
Penulis: Ester Meryana | Editor: Robert Adhi Kusumaputra
Jumat, 18 Maret 2011 | 16:54 WIB

1
AFP/PHILIPPE LOPEZ
Seorang lelaki Jepang melihat rak makanan yang kosong di sebuah toko di Fukushima, Minggu (13/3). Sebuah ledakan di salah satu reaktor nuklir di Fukushima dikawatirkan memicu melelehnya reaktor nuklir itu segera, setelah gempa bumi yang disusul tsunami di wilayah pantai timur laut Jepang, Jumat (11/3) lalu.

TERKAIT:

* Omzet Pesanan Katana Jepang, Turun
* Reaktor di Jepang Masih Terkendali
* Imbas Tsunami Sampai ke Amerika
* RI Siap Penuhi Permintaan Jepang
* Indonesia Kirim Bantuan ke Jepang

JAKARTA, KOMPAS.com — Bencana alam gempa bumi dan tsunami di Jepang yang terjadi pada Sabtu (12/3/2011) dapat berimplikasi pada hubungan dagang, seperti ekspor-impor hingga pembiayaan sejumlah proyek bilateral Indonesia-Jepang.

"Kalau Bappenas kan yang mengoordinasikan kerja sama pembangunan, misalnya yang kerja sama dan didanai oleh skema JAICA. Nah, sampai sekarang belum ada indikasi akan ada perubahan. Kalau komitmen itu kan sudah dibicarakan 5 tahun, jadi sementara ini masih tetap," ujar Menteri PPN/Bappenas Armida Alisjahbana seusai menghadiri acara penyerahan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di Jakarta, Jumat (18/3/2011) kepada Kompas.com.

Secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar juga menyebutkan hal yang serupa bahwa kerusakan akibat gempa di Jepang kali ini masih lebih kecil dibandingkan kejadian serupa pada tahun 1995 di Kobe.

"Itu bisa dikatakan, Kobe dan sekitarnya adalah pusat banyak industri manufaktur dan pelabuhan utama. Gempa yang terjadi di Kobe katakanlah menghancurkan perekonomian Jepang 12 persen dari PDB, sedangkan minggu lalu diperkirakan mengenai area atau cakupan wilayah yang besarannya 6,5 persen dari PDB," ungkap Mahendra di Jakarta, Jumat (18/3/2011).

Namun, ini memang masih tsunami, belum dampak kerusakan akibat nuklir. Daerah yang kena adalah basis pertanian dan olahan bahan baku, seperti besi baja, minyak, dan pulp. Mahendra juga menyebutkan, sekalipun Jepang banyak memiliki utang publik terhadap PDB sebesar 204 persen, Indonesia hanya 24 persen. Defisit fiskal Jepang 7,5 persen, sedangkan Indonesia 1,5 persen.

"Namun, APBN-nya besar sekali, dan juga berdasarkan rekonstruksi waktu Kobe. Jika rekonstruksi pascagempa dilakukan dalam periode 5 tahun, maka biayanya diperkirakan tidak lebih dari 0,4 persen dari PDB. Jadi, kepercayaan yang menunjukkan Jepang mampu menyerap biaya rekonstruksi tanpa membuat goyah APBN tidak terlalu dikhawatirkan," ucapnya seraya meyakini bahwa negara di Asia Timur ini mampu pulih.

sumber : kompas.com
diposting oleh : siti meisiyah X-U3

0 komentar: