Sabtu, 07 Agustus 2010

Bank Indonesia : Butuh 10 tahun untuk redenominasi rupiah

Selasa, 3 Agustus 2010 | 15:38 WIB, Hilman Perdana

Financeroll.com – Pengurangan nominal mata uang atau redenominasi terhadap rupiah tanpa mengurangi nilai rupiah akan diberlakukan Bank Indonesia. Saat ini bank sentral tengah melakukan tahap finalisasi riset dan diperkirakan membutuhkan proses panjang hingga 10 tahun. Menurut pejabat sementara (Pjs) Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution terminologi redenominasi memang sulit karena masyarakat lebih mengetahui sanering atau pemotongan nilai mata uang rupiah sehingga rentan meresahkan masyarakat. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang dilakukan sebuah negara bila kondisi ekonominya tidak stabil dengan inflasi tinggi yang berakibat nilai mata uangnya merosot cepat (contoh Rp1.000 menjadi Rp1). Sedangkan redenominasi adalah penyederhanaan satuan harga mata uang dilakukan sebuah negara bila kondisi ekonominya stabil dengan inflasi terkendali, demikian Darmin Nasution menambahkan.

Negara yang terkenal sanering adalah Zimbabwe dimana negara tersebut mencetak 100 miliar dolar hanya dalam 1 lembar mata uang. Perlunya redenominasi untuk Indonesia karena nilai mata uang rupiah tertinggi adalah Rp100.000 yang merupakan tertinggi ketiga selain Vietnam yang mencetak 500.000 Dong.

Proses panjang redenominasi yaitu mula-mula bank sentral berdiskusi dulu dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian pada 2011-2012 tahap pertama yaitu sosialisasi. Pada 2013-2015 masuk tahap transisi yaitu pemberlakuan redenominasi. Tahap ini menggunakan 2 jenis harga rupiah (rupiah lama dengan rupiah baru redenominasi) atau 2 kuotasi sesuai undang-undang dan masyarakat bebas memilih mau menggunakan rupiah lama atau baru. Rupiah baru disini memakai tanda cap. Pada 2016-2018 tahap penarikan uang rupiah lama sampai habis. Pada 2019-2022 tahap penghapusan tanda cap rupiah baru dan akhirnya nilai mata uang Indonesia akan semakin tinggi.

Sementara itu bagi para pelaku industri menyatakan tidak masalah dengan kebijakan ini selama tidak mengurangi nilai mata uang sehingga bisa mempertahankan laba. Contoh : bagi toko-toko yang menjual barang akan tercatat 2 jenis label harga (rupiah lama dan baru) dengan penyederhanaan 3 digit angka nol (0). Jadi 1 barang ada 2 label harga yaitu misalnya beli 1 pak tissu harga Rp10.000 (rupiah lama) dan Rp10 (rupiah baru). Misalnya beli sepatu harga Rp300.000 (rupiah lama) dan Rp300 (rupiah baru). Kedua contoh tersebut akan dilakukan pada tahap transisi (2013-2015) dan berlaku mulai dari pedagang retail besar hingga pedagang kaki lima.

Sayangnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo belum mengetahui banyak akan kebijakan bank sentral ini.

(http://www.financeroll.com/finance/read/article/expertsays/319-bank-indonesia---b)


Annisa S.U (XI-IPA 1)

0 komentar: